Cerita Sex Perkosaan Di Kereta

Cerita Sex Perkosaan Di Kereta

Cerita Sex – Cerita Sex Perkosaan Di Kereta, Sebut saja namanya Tantri, seorang gadis berusia 24 tahun, tingginya 165cm dengan berat badan yang cukup ideal, 53kg, dengan ukuran buah dada 34C. Dia bekerja di salah satu stasiun televisi swasta sebagai reporter. Tantri beparas cantik dan berkulit putih mulus sehingga dia dapat diterima bekerja sebagai reporter di XX tv sejak dua tahun yang lalu. Sebagai seorang reporter yang pastinya sering muncul menyapa pemirsa di layar kaca, tentunya membuat Tantri meraih popularitas sehingga banyak orang mengenalinya. Banyak hal yang dirasa menyenangkan bagi Tantri karena popularitas yang didapatnya, diantaranya pada waktu keluar berjalan-jalan, banyak orang yang mengenalinya dan tersenyum kepadanya serta menyapanya, bahkan hingga meminta tandatangannya.

Namun, jika ada hal-hal yang positif tentu saja ada pula yang negatif, diantaranya banyak lelaki yang suka bersiul ketika ia lewat, seringkali hampir dicolek oleh tangan jahil lelaki iseng dan mupeng , hingga yang baru saja terjadi, ada yang nekad mencari kesempatan untuk mengintip Tantri kala sedang berganti pakaian di dalam kamar pas di sebuah department store di dalam sebuahpusat perbelanjaan, sialnya pelakunya tidak berhasil tertangkap tangan.

Sebagai seorang reporter, tentunya Tantri sering meliput berita di sana-sini, lumayanlah itung-itung sekalian jalan-jalan sembari shopping, begitu pikirnya. Terhitung hampir semua daerah, dari Sabang sampai Merauke sudah pernah disinggahinya kala melakukan rutinitasnya sebagai seorang reporter televisi. Walaupun begitu, ia jarang mendapatkan kesempatan untuk melakukan liputan ke luar negeri sehingga suatu saat, ketika atasannya memberikan kesempatan kepadanya untuk meliput berita di Jepang, Tantri girang sekali dan langsung memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut. Walaupun tahu bahwa harga-harga di Jepang sangat mahal, ia juga telah menyiapkan anggaran untuk belanja. Di Jepang nanti, Tantri ditugaskan untuk meliput sebuah festival adat di Jepang beserta segala keunikannya.

Hari yang dinanti-nantikan tibalah juga. Ima berangkat ditemani oleh Rininta, seorang camera person dari XX tv ke Jepang. Rininta berusia dua tahun lebih muda dari Tantri, tinggi badannya sepantaran dengan Tantri namun sedikit lebih kurus dengan buah dada yang lebih kecil 34A, gayanya modis, dan rambutnya seringkali bergonta-ganti warna, kali ini ia mengecat rambutnya dengan warna cokelat kemerahan, menambah cantik penampilannya yang juga berkulit putih. Mereka menggunakan jasa salah satu maskapai penerbangan dalam negeri karena memang maskapai dalam negeri tidak dicekal di Jepang seperti halnya yang dilakukan oleh negara-negara Uni-Eropa.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam, tibalah Tantri dan rekannya di bandara internasional Narita.

“Lo kenapa Nin?”, tanya Tantri pada kawannya. “Kok kelihatannya lesu gitu?”

“Ya ialah, lama banget tuh perjalanan tadi, lo sih enak, molor terus!”

Ucapan temannya tersebut hanya ditanggapi dengan tawa oleh Tantri, karena memang selama perjalanan menuju Jepang, ia lebih banyak tidur, bukan karena fasilitas pesawat yang nyaman, namun lebih dikarenakan balas dendam, balas dendam? Lho? Memang, seminggu terakhir sebelum berangkat ke Jepang, ia terus melakukan liputan berpindah-pindah kota untuk sebuah program wisata belanja, hal itu dilakukannya untuk mengejar deadline dari pimpinan redaksi.

Selama di Jepang, rencananya Tantri dan Rininta akan tinggal di rumah Windari, kawan akrab Tantri kala masih duduk di bangku SMU, Windari sekarang bekerja sebagai seorang designer dan tinggal dekat kawasan Shibuya. Hal ini juga merupakan suatu kebetulan bagi Tantri karena Shibuya memang terkenal dengan wisata belanja, kegemaran utama Tantri.

Setibanya di kediaman Windari, Tantri dan Rininta langsung memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu seusai perjalanan panjang dari Indonesia, malam harinya Tantri mengajak Windari untuk mengantarnya berbelanja keesokan harinya.

“Win, besok selesai liputan, lo anterin gue shopping yuk, gue kan disini cuman dua hari”.

“Aduuuh, sorry tan, gue besok ada meeting sama klien, enggak bisa ditinggalin. Plus sorenya gue ketemuan sama cowok gue. Emm, lo ditemenin sama si Rininta aja ya? Ntar gue kasih tahu tempat-tempat yang barangnya bagus dan murah.”

“Yah, si Rininta kan sama aja kaya gue, awam sama daerah sini, lo gimana sih?”

“Iya, iya, soriii banget tapi gue betul-betul nggak bisa, lagian transportnya gampang kok, naik KRL sekali juga nyampe.”

“Mmm….. ya sudah deh engga apa-apa kalau begitu.” Jawab Tantri dengan muka masam. “Eh, omong-omong cowok lo cakep ga?”

“Yaa, itu khan relatif, tapi umurnya udah jauh lebih tua, ada terpaut limabelas tahunan sama gue, lumayan tajir lagi.”

“Gila lo, sekarang kok seleranya berubah, seneng sama om-om, hahahaha.” Merekapun bercanda hingga merasa mengantuk dan beristirahat kemudian.

Keesokan harinya, Tantri dan Rininta menyelesaikan liputan berita untuk XX tv dengan lancar, merekapun kembali terlebih dahulu ke tempat Windari untuk meletakkan kamera dan berganti pakaian. Tantri dan Rininta sepakat kompakan memakai rok span berwarna senada, hitam, sehingga tampak kontras dengan paha keduanya yang putih mulus. Rininta memadukan roknya dengan blouse putih, sedangkan Tantri memilih mengenakan kemeja berwarna krem, mereka berdua mengenakan mantel bulu karena udara yang lebih dingin dibanding di tanah air.

Berdua, mereka berangkat naik taksi ke stasiun dan kemudian membeli tiket kereta rel listrik, tak lama menunggu, keretapun datang dan mereka segera naik.

Sementara itu, di tempat kerjanya, Windari tampak teringat sesuatu dan mengangkat ponselnya, hendak menelepon Tantri, namun, “astaga, dia belum ganti nomor lokal, enggak bisa dihubungi deh.” Kata Windari dalam hati dengan wajah yang tampak kebingungan karena hendak memberitahukan sesuatu pada Tantri namun tidak bisa dilakukan.

Di dalam kereta, Tantri dan Rininta ternyata tidak dapat menemukan tempat duduk yang kosong, sehingga keduanyapun memutuskan untuk berdiri sambil berpegang pada pegangan yang sengaja dibuat untuk penumpang yang tidak kebagian tempat duduk. Lima menit berlalu, sambil berdiri, Rininta dan Tantri baru menyadari bahwa hampir seluruh penumpang di gerbong tersebut adalah laki-laki, hanya ada dua wanita tua yang sedang terlelap duduk di ujung gerbong. Perhentian berikutnya, beberapa penumpang turun, Tantri dan Rininta mencoba mengambil kesempatan untuk duduk, namun keduluan oleh beberapa penumpang lain yang sedari tadi juga berdiri. Segerombolan penumpang baru juga masuk, dan seluruhnya pria. Space untuk berdiri pun kian sempit, sehingga Tantri dan Rininta hampir dikelilingi oleh gerombolan pria yang bau naik tadi.

“Yah, sial, berdiri lagi deh.” Ujar Tantri yang diamini oleh Rininta.

“Liat deh, penumpangnya laki semua tapi nggak ada yang gentleman, ngasih tempat duduk kek buat makhluk-makhluk cantik, ha2.” Canda Rininta yang disambut tawa renyah Tantri

Sesaat setelah itu, terdengar suara seseorang dibelakang mereka, dari nada bicaranya nampaknya bertanya sesuatu kepada mereka. Merekapun menoleh mencari si sumber suara. Tampak dihadapan mereka seorang bapak berwajah ramah, jika ditaksir, kira-kira umurnya empatpuluhan. Ternyata orang tersebut yang memanggil tadi.

“Ima nanji desu ka?”

Tantri dan Rininta sama-sama bengong karena sama sekali tidak mengerti apa yang baru saja diucapkan pria tersebut.

Seolah mengerti bahwa yang diajak bicara tidak mengerti bahasanya, bapak tersebut mengulangi pertanyaannya.

“Ano, What is da time?” Ujarnya dengan bahasa Inggris sekenanya sambil menunjuk pergelangan tangannya sendiri.

Tantri dan Rininta baru mengerti apa yang ditanyakan tadi ketika si bapak berwajah ramah mengulangi pertanyaannya dalam bahasa Inggris, walaupun tata bahasanya salah (yang benar what time is it?).

Untungnya Tantri sudah mencocokkan jam tangannya dengan waktu setempat. Ia pun memperlihatkan jam tangannya kehadapan bapak itu agar dapat melihat sendiri pukul berapa sekarang. Bapak itupun manggut-manggut setelah melihat jam. “Domo arigato gozaimasu” Ucapnya sambil tersenyum. Kalau yang ini Tantri mengerti bahwa artinya terima kasih, ia pun membalas senyuman bapak itu, sementara Rininta hanya memperhatikan dari tadi.

Sebelum sempat membalikkan badan, Tantri merasakan ada tangan yang menyenggol paha bagian belakangnya. Ia pun berbisik kepada Rininta, “Nin, tadi kayak ada yang nyolek gue deh.”

“Masa? Kok sama, tadi juga kayak ada yang nyenggol pantat gue.” bisik Rininta.

“Ya udahlah, mungkin kebetulan saja, kereta ini kan bergerak terus jadi mungkin ada yang badannya jadi gak seimbang dan gak sengaja nyenggol.” tukas Tantri. Rininta pun mengiyakan ucapan temannya itu dan bersikap santai saja sambil menunggu kereta sampai di tujuan.

Belum ada lima detik dari senggolan pertama tadi, kembali Tantri merasakan rabaan pada pantatnya, kali ini bukan lagi menyenggol, namun terasa sedikit meremas. Terkejut, Tantri pun berusaha menepis tangan itu.

Merasakan gelagat yang tidak baik, Tantri mengajak Rininta menjauh dari tempat berdiri mereka sekarang. Namun belum sempat mereka bergerak, ada tangan-tangan yang mencengkeram lengan mereka berdua sehingga mereka tidak dapat bergerak kemana-mana. Disaat bersamaan, kedua wanita cantik itu merasakan tangan yang menjamah tubuh mereka kian banyak. Ada yang meremas-remas pantat mereka dan ada yang naik meraba buah dada mereka. Merekapun berusaha meronta melepaskan diri dari situasi tersebut, tangan keduanya bergerak menepis tangan-tangan jahil itu. Namun apa daya dua pasang tangan melawan tangan-tangan sebanyak itu.

“Ehh, apa-apaan ini!” teriak Tantri. Namun ia menyadari tidak ada yang paham ucapannya. Ia pun berusah menggunakan bahasa Jepang sebisanya.

Cerita Sex Lainnya:  Cerita Sex Terbaik Saat Melakukannya, Kristin & Eric

“Ieee, bageroooo! Emph….” Sebelum sempat meneruskan teriakannya, ada tangan kokoh membekap mulutnya dari belakang sehingga ia tak lagi mampu berkata-kata. Semakin lama, jamahan dari tangan-tangan itu kian mengarah ke paha bagian dalam Tantri. Ia pun berusaha mengatupkan kedua kakinya sehingga tangan-tangan itu tidak dapat menjangkau bagian vitalnya. Namun usaha itu sia-sia karena tangan-tangan lain sudah mencengkeram dan merenggangkan kakinya sehingga posisinya terbuka dan tangan-tangan jahanam itu dapat leluasa bergerak menuju kemaluan Tantri yang masih tertutup g-string seksi warna hitam.

“Mmh…. hhhh” Tantri hanya bisa sedikit mendesah, dalam keadaan mulutnya disumpal telapak tangan seseorang dibelakangnya. Tantri mencoba melihat dimana posisi Rininta, tapi ia tidak dapat melihat temannya itu, di sekitarnya hanya ada segerombolan laki-laki.

Perlahan, tangan-tangan tersebut mulai membuka kancing kemeja krem Tantri. Tantri pun berusaha meronta sebisanya, namun hal tersebut hanya membuat pertahanannya lebih longgar karena berikutnya, mantel bulu yang dikenakannya berhasil direnggut oleh seorang laki-laki anggota gerombolan itu. Kini, Tantri masih berpakaian lengkap minus mantel bulunya, namun kancing kemejanya sudah terbuka seluruhnya, memperlihatkan buah dada Tantri yang sekal dan hanya ditutupi oleh bra berwarna putih. Tangan-tangan yang menjamahnya seolah semakin menggila dengan keadaan tersebut.

“Mmm…!”, terdengar suara teriakan tertahan Tantri. Rupanya ada yang meremas-remas buah dada Tantri dengan keras sehingga ia berteriak tertahan. Berikutnya, dengan sekali hentakan, robeklah bra putih yang dikenakan Tantri memperlihatkan dua gundukan indah dengan puting berwarna kecokelatan. Kini, tubuh bagian atas Tantri sudah terbuka dan hanya menyisakan kemejanya yang seluruh kancingnya sudah terbuka. Melihat pemandangan tersebut, seorang diantara gerombolan tersebut bergerak maju dan mulai memainkan puting buah dada sebelah kanan Tantri, sementara mulutnya mulai ‘menyusu’ ke buah dada sebelah kiri Tantri.

Yang lebih membuat Tantri terkejut adalah, orang tersebut ternyata si bapak berwajah ramah yang bertanya jam tadi. Dalam hatinya Tantri berkata “dasar tua cabul, tahu begini udah gue tonjok dari tadi”. Sementara itu, tangan-tangan yang ‘beroperasi’ di bagian bawah tubuh Tantri semakin berani, ada yang menarik roknya keatas sebatas pinggang, sehingga kini rabaan dan sentuhan mereka dapat langsung bersinggungan dengan kulit telanjang Tantri, sebuah tangan meraba naik paha bagian dalamnya dan bersentulah dengan liang kemaluan Tantri yang masih terbungkus g-string hitam. Tangan itu menggesek-gesek kemaluan Tantri dengan gerakan maju-mundur. Mendapat rangsangan yang demikian hebat, Tantri pun mulai terangsang diluar kemauannya sendiri. Seolah mengetahui hal tersebut, tangan yang membekap mulutnya mulai mengendurkan pegangan dan perlahan melepaskan bekapannya. Tantri tak lagi berteriak-teriak, mungkin karena sudah terlampau lelah meronta, disamping itu, tidak bisa dipungkiri bahwa ia menjadi sangat terangsang dengan keadaan ini.

Tanpa disadari oleh Tantri, ternyata G-String-nya sudah tidak berada ditempatnya semula, entah kemana, memperlihatkan kemaluannya yang dihiasi bulu-bulu kemaluan yang dicukur rapi, sehingga tangan yang tadinya hanya menggesek-gesek kemaluannya, perlahan mulai memainkan jari-jarinya diatas klitoris Tantri. Tantri terangsang hebat diperlakukan seperti ini, namun ia tidak ingin semua laki-laki dihadapannya tahu bahwa ia terangsang, karena hal tersebut pasti akan membuat mereka merasa senang dan puas. Iapun mencoba menutupinya dengan mengatupkan bibir mungilnya rapat-rapat dan mencoba untuk tidak bersuara, apalagi mendesah.

Namun cobaan terasa semakin sulit bagi Tantri, selanjutnya, jari tengah si bapak berwajah ramah digerakkan keluar-masuk di dalam liang kemaluan Tantri, didalam kemaluannya, jari itu sedikit ditekukkan sehingga mengenai g-spot milik Tantri. Tantri semakin tidak kuasa menahan gejolak birahi yang dahsyat, mulutnya tetap ditutup rapat-rapat, namun sesekali terdengar desahan tertahan. “Emmh… hhh”.

Gerakan jari itu kian lama kian cepat sehingga pertahanan Tantri yang mati-matian berusaha tidak menunjukkan ekspresi kenikmatan akhirnya bobol juga.

“Mmhh… aa… aaaaaahh!!” Teriakan itu disertai getaran hebat, ia menggelinjang menerima orgasme pertamanya. Cengkeraman tangan dari para lelaki yang sedari tadi memegangnya kuat-kuat, akhirnya dilepaskan. Tantri terduduk lemas, tubuhnya terasa panas terbakar gejolak birahi. Perasaannya bercampur aduk, antara malu, terhina, marah dan nikmat. Hanya sekitar lima-enam detik kemudian, tubuh Tantri kembali diangkat oleh para lelaki Jepang tersebut, namun kali ini beberapa orang diantara mereka sudah melorotkan celana masing-masing, memperlihatkan kemaluan masing-masing yang sudah tegak mengacung.

Mengetahui apa yang akan dilakukan gerombolan lelaki itu, Tantri coba berontak dengan menggunakan tenaganya yang tersisa, namun seorang diantara gerombolan itu, tubuhnya kurus dan agak tonggos, meremas kedua buah dadanya kuat-kuat sehingga Tantri merintih kesakitan dan mencoba menepis tangan itu dari atas buah dadanya.

Disaat bersamaan, pinggang Tantri ditarik kebelakang oleh si bapak berwajah ramah yang langsung menancapkan kemaluan 15cm-nya kedalam kemaluan Tantri dengan sekali hentakan keras. Bless, masuklah kemaluan itu disertai teriakan panjang Tantri yang baru pertama kali dimasuki oleh kemaluan laki-laki. Bapak itu memompa tubuh Tantri dengan cepat.

“Plok…plok”, begitu bunyi yang terdengar ketika paha bapak itu beradu dengan paha bagian belakang Tantri. Para lelaki yang lain tidak hanya diam saja, sebagian menjamah bagian-bagian sensitif Tantri dengan leluasa, sebagian lagi terlihat mengocok kemaluannya sendiri, dan ada pula yang meraih tangan Tantri, dan memaksa Tantri untuk mengocok kemaluannya.

Ada seorang lagi yang berperawakan pendek memasukkan kemaluannya kedalam mulut Tantri dan menggerakkannya maju-mundur. Sehingga sekarang, Tantri dalam posisi setengah membungkuk dan disetubuhi dari arah depan dan belakang tubuhnya.

Lima belas menit berlalu, lelaki yang kemaluannya dikocok oleh tangan mungil Tantri, tampak tidak kuat lagi menahan gelombang orgasme dan berejakulasi sesaat kemudian, crott!! spermanya muncrat dengan deras dan sebagian mengenai wajah Tantri.

“Ah…. ahhh”, Tantri mendesah seriap kali kemaluan si bapak masuk dengan dalam di kemaluannya. Lima menit kemudian, tubuh Tantri bergetar hebat, ia mendapatkan orgasme keduanya. “Aaaa.. aaahh!!” Desahnya.

Tidak berapa lama, kemaluan didalam mulut Tantri menyemburkan spermanya. Membuat Tantri gelagapan dan tersedak sehingga sebagian sperma itu tertelan olehnya, sementara sebagian lagi meleleh keluar dari bibit indahnya. Si bapak yang memompa kemaluan Tantri rupanya kuat juga, masih belum menampakkan tanda-tanda akan keluar. Bapak itu rupanya pandai memainkan tempo, terkadang kocokan kemaluannya dipelankan dan terkadang cepat. Tampaknya ia benar-benar ingin menikmati jepitan kemaluan Tantri sepuasnya.

Sepuluh menit kemudian, cengkeraman tangan bapak itu di pinggang Tantri tiba-tiba mengeras, bapak itupun mulai setengah mendesah. “Hhhh…. ah..” Tantri tahu bahwa orang dibelakangnya ini akan segera berejakulasi, iapun mencoba menarik badannya ke arah depan sehingga rahimnya dapat diloloskan dari semburan sperma bapak brengsek itu, namun sia-sia, baru setengah kemaluan yang bisa dikeluarkan dan

“Aaaaaahh” Crott, crott, crott! Sperma bapak itu keburu keluar membanjiri bagian dalam kemaluan Tantri. “Aah, sial, damn..” gerutu Tantri dalam hati karena bapak itu keluar didalam kemaluannya.

Tubuh Tantripun digeletakkan di atas lantai kereta dan dikelilingi tiga orang lelaki lagi yang dengan irama cepat mengocok sendiri kemaluan masing-masing di depan wajah Tantri, dan beberapa saat kemudian berejakulasi dan menyemburkan sperma masing-masing di wajah Tantri. Para lelaki itupun meninggalkan Tantri terkulai diatas lantai kereta dalam keadaan telanjang bulat dengan hanya mengenakan kemeja warna krem yang sudah kusut dan basah oleh peluh dan sperma. Buah dadanya dipenuhi bekas-bekas remasan dan cupangan yang berwarna kemerahan. Dalam keadaan lemas, ia mencoba mencari Rininta yang sejak tadi tidak terlihat. Rupanya, Rininta mengalami hal yang sama dan ditinggalkan tergeletak lemas bermandikan keringat dan sperma.

Tidak ingin berlama-lama dalam keadaan demikian, Tantri segera berdiri, mengelap keringat dan sperma disekujur tubuhnya dengan bra putihnya yang sudah robek, kemudian mengancingkan kembali kemejanya dan menurunkan roknya kembali, Tantri kemudian mengajak Rininta yang juga sudah merapikan diri, untuk keluar dari kereta dan mengajaknya untuk kembali saja ke tempat Windari. Kejadian barusan membuat hasrat belanjanya hilang.

Setibanya mereka di rumah Windari, merekapun mandi membersihkan tubuh masing-masing dari sisa-sisa persetubuhan yang baru saja dialami. Kemudian mengistirahatkan tubuh masing-masing. Sorenya, bel depan berbunyi, rupanya Windari sudah pulang. Rininta yang membukakan pintu. setelah masuk kedalam rumah, Windari menanyakan keadaan kedua temannya itu. Tantri dan Rininta pun menceritakan hal yang tadi mereka alami di kereta sehingga mereka berdua membatalkan niat belanjanya.

“Waduh, gue minta maaf bener. gue lupa kasih tahu kalian, sebenarnya ada kereta khusus untuk penumpang wanita di sini, karena emang banyak kejadian begini sebelumnya.”

“Yah, lo kok enggak kasih tahu kita dari kemarin sih Win? Kalau tahu, kan kita enggak bakal diperkosa begini.”

“Iya, iya, gue bener-bener mohon maaf.” Ucap Windari.

“Eh iya, kalian mau enggak, gue kenalin sama cowok gue? Kebetulan tuh, sebentar lagi kesini.”

Tantri dan Rininta mengiyakan tawaran itu karena memang penasaran seperti apa muka pacar si Windari.

Beberapa saat kemudian, kembali terdengar bunyi bel. Windari beranjak keluar. Saat kembali kedalam rumah, ia berjalan bersama sesosok pria. Tantri terkesiap. Astaga, ternyata si bapak berwajah ramah…..!